Halaman

Minggu, 21 Oktober 2012

Ajal bagi menunggu...


Hidup bersama dengan waktu. Memulai pagi, mengejar siang, menunggu senja, memeluk malam hingga fajar.
Ada jutaan cerita di dalamnya. Dan menunggu pernah menjadi potongan cerita ini. Menunggu seseorang datang, bahkan sekedar dalam bunga tidur.
Hingga akhirnya alam membuktikan bahwa tak ada yang abadi di kolong langit ini, bahkan untuk perkara menunggu.

Saat kau tak lagi menjadi hal yang kuinginkan, sungguh aku tak tau apa sebabnya. Mungkin menunggu sudah sampai pada ajalnya.

Ia, menunggu sudah sampai pada ajalnya. Aku dan menunggu sudah tidak menjadi dua hal yang hidup bersama. Kami sudah terpisah dua dunia.
Kau dan aku masih menetap dalam dunia yang sama. Hanya saja kau lenyap dalam do'a-do'a dan menjadi yang hambar dalam dada.

Sungguh, saya sudah mengenal ‘mati rasa’ secara utuh dari kau yang dulu mengenalkanku ‘jatuh cinta’ secara penuh.

Potongan cerita ini kuakhiri dengan ucapan terima kasih.. :) :) :)