Intinya hanya satu, kau pernah berdiam di hatiku. Menjadi penghuni tetap yang betah berlabuh. Hanya seumur jagung atau bahkan lebih lama dari itu. Entahlah, yang jelas kau pernah berwarna di masa itu, masa lalu ku.
Seperti malam ini misalnya, sesekali kau terlintas dalam pikiran sebagai hari kemarin yang telah sudah, tapi perasaan tidak terlibat di sana. Hati berhasil menghapus rasa, tapi otak tidak mampu menghilangkan kenangan terkecuali nanti aku demensia atau sekarang amnesia.
Kau kakak kelas di sekolah menengah pertama ku.
Aku tak pernah mengenalmu sampai hari di mana kau titipkan surat pada teman sekelasku. Surat yang kau lipat berbentuk bunga sepatu. Entah dari mana kau kenal aku, yang jelas dalam surat itu tertera nama mu sebagai pengirim dan namaku yang dituju. Sebab itu, ku yakin ini bukan surat salah alamat buatku.
Aku tak pernah mengenalmu sampai hari di mana kau titipkan surat pada teman sekelasku. Surat yang kau lipat berbentuk bunga sepatu. Entah dari mana kau kenal aku, yang jelas dalam surat itu tertera nama mu sebagai pengirim dan namaku yang dituju. Sebab itu, ku yakin ini bukan surat salah alamat buatku.
Kau isi surat itu dengan pernyataan cinta monyet yang (dulu) membuat aku tersipu malu. Jika ku ingat sekarang, jelas memalukan sekali kisah itu, kisah yang (dulu)
membuat lukisan merah jambu di pipi usia 13 tahun ku. Dan kau tulis
permintaan balasan surat di akhir kalimat mu. Ahh, biarkan saja dulu
pikirku, ini baru surat pertama , jangan terlalu tergesah-gesah
membalasnya. Tiga hari berikutnya, kau kirim surat kedua lewat pak pos
amatir yang ku lupa namanya. Ahh, biarkan saja dulu pikirku lagi, ini
baru surat kedua, jangan terlalu tergesah-gesah membalasnya.
Lalu..
Kau
kirim lagi surat ke tiga mu, yang tetap membuatku tersipu dan malu.
Meski ragu karena malu dengan teman sebelah mejaku, ku balas juga surat
itu dengan kertas merah jambu. Isinya sama dengan surat mu, balasan pernyataan
cinta yang juga kurasa saat itu.
Hai, dulu kita jadian rupanya. hahaha
Kau
beli buku tulis di koprasi sekolah kita, kau sampul dengan kertas kado
warna merah bercorak boneka. Sejak itu, buku ini menjadi alat komunikasi
kita. Dua hari sekali buku ini berpindah tangan, semacam buku harian
berdua. Kalau tidak salah, kau juga semprotkan parfum mu di buku kita.
Ada wangi khas di sana, wangi yang (dulu) membuatku betah menulis di buku cinta monyet kita lebih lama.
Sampai
suatu ketika kita ada sedikit masalah. Bukan masalah seperti orang
dewasa, hanya masalah kecil yang lumrah di alami bocah usia kita. Kita
putus sejak saat itu, berpura-pura tidak pernah saling mengenal.
Hai, dulu kita musuhan rupanya. hahaha
Tapi
waktu itu diam-diam aku masih sempat menyimpan kado yang kau beri ,
sebuah jam weker berbentuk gitar berwarna biru toska dan kalung
berliontin huruf K.
Sampai
saat aku pindah sekolah, kau kakak kelas ku yang berwarna di dalam dada
lantas berangsur pudar dan samar. Ada banyak kisah lain yang memberi
warna lebih banyak, bukan kisah cinta tentunya!
Setahun,
dua tahun, dan tiga tahun. Sejauh itu tidak ada lagi kita bertukar
kabar. Paling sesumbang kabar yang sedikit terdengar dari bisik-bisik
tetangga yang tak sengaja terekam.
Sampai
di sebuah siang ketika aku sudah menjadi siswi kelas 3 menengah atas,
ada SMS masuk dari nomer tak di kenal. Rupanya itu kau yang menanyakan
kabar. Dan satu hal yang ku tau, sesamar apapun kau dalam ingatan waktu
itu, satu SMS itu cukup membongkar kau yang terkubur dan tersamar.
Ini kisah baru kita, jatuh cinta (lagi)
. Tapi jangan tanya umurnya, karena ini di pastikan lebih pendek dari
usia tanaman jagung sekalipu. Entah apa lagi alasanya, yang jelas kita
lantas saling melepaskan. Menyudahi kisah baru ini dengan sedikit lebih damai. Berhambur
berlari ke persimpangan masing-masing. Sepakat mengejar masa depan
dengan kisah yang berlainan dan jika sempat sebisa mungkin akan saling
mendo'akan. Selesai! potongan kisah kita sempurna selesai!
Hai, kamu dan aku pernah menjadi 'KITA' rupanya. hahahaha
Baca : di tulis dalam keadaan bahagia raya dan tidak galau seipritpun.