Halaman

Minggu, 29 Januari 2012

Sepotong kisah lama


Intinya hanya satu, kau pernah berdiam di hatiku. Menjadi penghuni tetap yang betah berlabuh. Hanya seumur jagung atau bahkan lebih lama dari itu. Entahlah, yang jelas kau pernah berwarna di masa itu, masa lalu ku.
Seperti malam ini misalnya, sesekali kau terlintas dalam pikiran sebagai hari kemarin yang telah sudah, tapi perasaan tidak terlibat di sana. Hati berhasil menghapus rasa, tapi otak tidak mampu menghilangkan kenangan terkecuali nanti aku demensia atau sekarang amnesia.

Kau kakak kelas di sekolah menengah pertama ku.

Aku tak pernah mengenalmu sampai hari di mana kau titipkan surat pada teman sekelasku. Surat yang kau lipat berbentuk bunga sepatu. Entah dari mana kau kenal aku, yang jelas dalam surat itu tertera nama mu sebagai pengirim dan namaku yang dituju. Sebab itu, ku yakin ini bukan surat salah alamat buatku.

Kau isi surat itu dengan pernyataan cinta monyet yang (dulu) membuat aku tersipu malu. Jika ku ingat sekarang, jelas memalukan sekali kisah itu, kisah yang (dulu) membuat lukisan merah jambu di pipi usia 13 tahun ku. Dan kau tulis permintaan balasan surat di akhir kalimat mu. Ahh, biarkan saja dulu pikirku, ini baru surat pertama , jangan terlalu tergesah-gesah membalasnya. Tiga hari berikutnya, kau kirim surat kedua lewat pak pos amatir yang ku lupa namanya. Ahh, biarkan saja dulu pikirku lagi, ini baru surat kedua, jangan terlalu tergesah-gesah membalasnya.

Lalu..
Kau kirim lagi surat ke tiga mu, yang tetap membuatku tersipu dan malu. Meski ragu karena malu dengan teman sebelah mejaku, ku balas juga surat itu dengan kertas merah jambu. Isinya sama dengan surat mu, balasan pernyataan cinta yang juga kurasa saat itu.

Hai, dulu kita jadian rupanya. hahaha

Kau beli buku tulis di koprasi sekolah kita, kau sampul dengan kertas kado warna merah bercorak boneka. Sejak itu, buku ini menjadi alat komunikasi kita. Dua hari sekali buku ini berpindah tangan, semacam buku harian berdua. Kalau tidak salah, kau juga semprotkan parfum mu di buku kita. Ada wangi khas di sana, wangi yang (dulu) membuatku betah menulis di buku cinta monyet kita lebih lama.

Sampai suatu ketika kita ada sedikit masalah. Bukan masalah seperti orang dewasa, hanya masalah kecil yang lumrah di alami bocah usia kita. Kita putus sejak saat itu, berpura-pura tidak pernah saling mengenal.

Hai, dulu kita musuhan rupanya. hahaha

Tapi waktu itu diam-diam aku masih sempat menyimpan kado yang kau beri , sebuah jam weker berbentuk gitar berwarna biru toska dan kalung berliontin huruf K. 

Sampai saat aku pindah sekolah, kau kakak kelas ku yang berwarna di dalam dada lantas berangsur pudar dan samar. Ada banyak kisah lain yang memberi warna lebih banyak, bukan kisah cinta tentunya!

Setahun, dua tahun, dan tiga tahun. Sejauh itu tidak ada lagi kita bertukar kabar. Paling sesumbang kabar yang sedikit terdengar dari bisik-bisik tetangga yang tak sengaja terekam.

Sampai di sebuah siang ketika aku sudah menjadi siswi kelas 3 menengah atas, ada SMS masuk dari nomer tak di kenal. Rupanya itu kau yang menanyakan kabar. Dan satu hal yang ku tau, sesamar apapun kau dalam ingatan waktu itu, satu SMS itu cukup membongkar kau yang terkubur dan tersamar.

Ini kisah baru kita, jatuh cinta (lagi) . Tapi jangan tanya umurnya, karena ini di pastikan lebih pendek dari usia tanaman jagung sekalipu. Entah apa lagi alasanya, yang jelas kita lantas saling melepaskan. Menyudahi kisah baru  ini dengan sedikit lebih damai. Berhambur berlari ke persimpangan masing-masing. Sepakat mengejar masa depan dengan kisah yang berlainan dan jika sempat sebisa mungkin akan saling mendo'akan. Selesai! potongan kisah kita sempurna selesai!

Hai, kamu dan aku pernah menjadi 'KITA' rupanya. hahahaha 

Baca :  di tulis dalam keadaan bahagia raya dan tidak galau seipritpun.

Sabtu, 28 Januari 2012

Sungguh aku hanya kelilipan!


Lalu menggenang sudah bening air di pelupuk mata
Tapi santai saja, aku akan tersenyum
Senyum kali ini serupa siasat
Agar bening cair bernama air mata ini  tetap tertahan di dua pasang lingkar mata

Dan kamu, saya persilahkan pergi
Pergilah sejauh yang kamu bisa
Temukan pemilik hati yang akan mendo’akan mu lebih banyak
Santai saja, karena bagiku melepaskan adalah bagian dari mencintai
Kali ini aku mencoba melepaskan dengan cara yang sederhana

Jangan, jangan berbalik!
Aku akan lebih nyaman melihat punggungmu berangsur samar
Tidak akan ada lambayan tangan memang
Tapi langkahmu cukup menjelaskan, bahwa kisah ini selesai sebelum terkukuhkan

Jangan, jangan berbalik!
karena kuat yang aku milik diikuti oleh kelemahan hati seorang wanita
Aku takut berubah pikiran
Maka ikuti saja intruksi ku
Lanjutkan langkahmu terus ke depan
Dan biarkan kenangan ini milik ku sendiri

Jangan, jangan berbalik!
Tugasmu hanya terus kedepan, menyempurnakan keputusanmu untuk hanya menjadi kenangan dan enyah di masa depan
Jangan ada kerisauan atas aku yang berdiam di halaman belakang
Jika tadi sempat kau lihat ada sesuatu yang menggenang di pelupuk mataku, Sungguh aku hanya kelilipan!




Kamis, 12 Januari 2012

Renungan Januari


Aku membuat banyak janji dengan diri sendiri.
Tetapi terlalu banyak hal yang di luar kekuasaan hingga penggingkaran lebih banyak dari janji itu sendiri.
Sesaat berpikir bahwa ini seperti menancapkan pisau di perut sendiri tapi bahkan tak terasa nyeri.
Mungkin aku terlalu kebal dan enggan menyadari.

Aku selalu berjanji untuk menjadi yang lebih baik setiap hari dan di hari yang sama aku lantas menjadi lebih buruk. 

Ku baca hari di masa lalu.
Rupanya sudah banyak kesalahan di sana.
Tapi aku tidak cukup bijak untuk menjadikannya guru.

Sungguh aku menyesali banyak hal.
Tapi penyesalan lantas terbakar menjadi abu.

YA ALLAH LABILNYA AKU :(