Halaman

Selasa, 20 Desember 2011

Kisah Nyata: Ketika Sri Sultan HB IX terkena tilang di Pekalongan

Baca tulisan ini karena tertarik liat judulnya. waktu di baca ternyata emang bagus. semoga bermanfaat untuk kita semua.
Kota batik Pekalongan di pertengahan tahun 1960an menyambut fajar dengan kabut tipis , pukul setengah enam pagi polisi muda Royadin yang belum genap seminggu mendapatkan kenaikan pangkat dari agen polisi kepala menjadi brigadir polisi sudah berdiri di tepi posnya di kawasan Soko dengan gagahnya. Kudapan nasi megono khas pekalongan pagi itu menyegarkan tubuhnya yang gagah berbalut seragam polisi dengan pangkat brigadir.
Becak dan delman amat dominan masa itu , persimpangan Soko mulai riuh dengan bunyi kalung kuda yang terangguk angguk mengikuti ayunan cemeti sang kusir. Dari arah selatan dan membelok ke barat sebuah sedan hitam ber plat AB melaju dari arah yang berlawanan dengan arus becak dan delman . Brigadir Royadin memandang dari kejauhan ,sementara sedan hitam itu melaju perlahan menuju kearahnya. Dengan sigap ia menyeberang jalan ditepi posnya, ayunan tangan kedepan dengan posisi membentuk sudut Sembilan puluh derajat menghentikan laju sedan hitam itu. Sebuah sedan tahun lima puluhan yang amat jarang berlalu di jalanan pekalongan berhenti dihadapannya.
Saat mobil menepi , brigadir Royadin menghampiri sisi kanan pengemudi dan memberi hormat.
“Selamat pagi!” Brigadir Royadin memberi hormat dengan sikap sempurna . “Boleh ditunjukan rebuwes!” Ia meminta surat surat mobil berikut surat ijin mengemudi kepada lelaki di balik kaca , jaman itu surat mobil masih diistilahkan rebuwes.
Perlahan , pria berusia sekitar setengah abad menurunkan kaca samping secara penuh.
“Ada apa pak polisi ?” Tanya pria itu. Brigadir Royadin tersentak kaget , ia mengenali siapa pria itu . “Ya Allah…sinuwun!” kejutnya dalam hati . Gugup bukan main namun itu hanya berlangsung sedetik , naluri polisinya tetap menopang tubuh gagahnya dalam sikap sempurna.
“Bapak melangar verbodden , tidak boleh lewat sini, ini satu arah !” Ia memandangi pria itu yang tak lain adalah Sultan Jogja, Sri Sultan Hamengkubuwono IX. Dirinya tak habis pikir , orang sebesar sultan HB IX mengendarai sendiri mobilnya dari jogja ke pekalongan yang jauhnya cukup lumayan., entah tujuannya kemana.
Setelah melihat rebuwes , Brigadir Royadin mempersilahkan Sri Sultan untuk mengecek tanda larangan verboden di ujung jalan , namun sultan menolak.
“ Ya ..saya salah , kamu benar , saya pasti salah !” Sinuwun turun dari sedannya dan menghampiri Brigadir Royadin yang tetap menggengam rebuwes tanpa tahu harus berbuat apa.
“ Jadi…?” Sinuwun bertanya , pertanyaan yang singkat namun sulit bagi brigadir Royadin menjawabnya .
“Em..emm ..bapak saya tilang , mohon maaf!” Brigadir Royadin heran , sinuwun tak kunjung menggunakan kekuasaannya untuk paling tidak bernegosiasi dengannya, jangankan begitu , mengenalkan dirinya sebagai pejabat Negara dan Rajapun beliau tidak melakukannya.
“Baik..brigadir , kamu buatkan surat itu , nanti saya ikuti aturannya, saya harus segera ke Tegal !” Sinuwun meminta brigadir Royadin untuk segera membuatkan surat tilang. Dengan tangan bergetar ia membuatkan surat tilang, ingin rasanya tidak memberikan surat itu tapi tidak tahu kenapa ia sebagai polisi tidak boleh memandang beda pelanggar kesalahan yang terjadi di depan hidungnya. Yang paling membuatnya sedikit tenang adalah tidak sepatah katapun yang keluar dari mulut sinuwun menyebutkan bahwa dia berhak mendapatkan dispensasi. “Sungguh orang yang besar…!” begitu gumamnya.
Surat tilang berpindah tangan , rebuwes saat itu dalam genggamannya dan ia menghormat pada sinuwun sebelum sinuwun kembali memacu Sedan hitamnya menuju ke arah barat, Tegal.
Beberapa menit sinuwun melintas di depan stasiun pekalongan, brigadir royadin menyadari kebodohannya, kekakuannya dan segala macam pikiran berkecamuk. Ingin ia memacu sepeda ontelnya mengejar Sedan hitam itu tapi manalah mungkin. Nasi sudah menjadi bubur dan ketetapan hatinya untuk tetap menegakkan peraturan pada siapapun berhasil menghibur dirinya.
Saat aplusan di sore hari dan kembali ke markas , Ia menyerahkan rebuwes kepada petugas jaga untuk diproses hukum lebih lanjut.,Ialu kembali kerumah dengan sepeda abu abu tuanya.
Saat apel pagi esok harinya , suara amarah meledak di markas polisi pekalongan , nama Royadin diteriakkan berkali kali dari ruang komisaris. Beberapa polisi tergopoh gopoh menghampirinya dan memintanya menghadap komisaris polisi selaku kepala kantor.
“Royadin , apa yang kamu lakukan ..sa’enake dewe ..ora mikir ..iki sing mbok tangkep sopo heh..ngawur..ngawur!” Komisaris mengumpat dalam bahasa jawa , ditangannya rebuwes milik sinuwun pindah dari telapak kanan kekiri bolak balik.
“ Sekarang aku mau Tanya , kenapa kamu tidak lepas saja sinuwun..biarkan lewat, wong kamu tahu siapa dia , ngerti nggak kowe sopo sinuwun?” Komisaris tak menurunkan nada bicaranya.
“ Siap pak , beliau tidak bilang beliau itu siapa , beliau ngaku salah ..dan memang salah!” brigadir Royadin menjawab tegas.
“Ya tapi kan kamu mestinya ngerti siapa dia ..ojo kaku kaku , kok malah mbok tilang..ngawur ..jan ngawur….Ini bisa panjang , bisa sampai Menteri !” Derai komisaris. Saat itu kepala polisi dijabat oleh Menteri Kepolisian Negara.
Brigadir Royadin pasrah , apapun yang dia lakukan dasarnya adalah posisinya sebagai polisi , yang disumpah untuk menegakkan peraturan pada siapa saja ..memang Koppeg(keras kepala) kedengarannya.
Kepala polisi pekalongan berusaha mencari tahu dimana gerangan sinuwun , masih di Tegalkah atau tempat lain? Tujuannya cuma satu , mengembalikan rebuwes. Namun tidak seperti saat ini yang demikian mudahnya bertukar kabar , keberadaa sinuwun tak kunjung diketahui hingga beberapa hari. Pada akhirnya kepala polisi pekalongan mengutus beberapa petugas ke Jogja untuk mengembalikan rebuwes tanpa mengikut sertakan Brigadir Royadin.
Usai mendapat marah , Brigadir Royadin bertugas seperti biasa , satu minggu setelah kejadian penilangan, banyak teman temannya yang mentertawakan bahkan ada isu yang ia dengar dirinya akan dimutasi ke pinggiran kota pekalongan selatan.
Suatu sore , saat belum habis jam dinas , seorang kurir datang menghampirinya di persimpangan soko yang memintanya untuk segera kembali ke kantor. Sesampai di kantor beberapa polisi menggiringnya keruang komisaris yang saat itu tengah menggengam selembar surat.
“Royadin….minggu depan kamu diminta pindah !” lemas tubuh Royadin , ia membayangkan harus menempuh jalan menanjak dipinggir kota pekalongan setiap hari , karena mutasi ini, karena ketegasan sikapnya dipersimpangan soko .
“ Siap pak !” Royadin menjawab datar.
“Bersama keluargamu semua, dibawa!” pernyataan komisaris mengejutkan , untuk apa bawa keluarga ketepi pekalongan selatan , ini hanya merepotkan diri saja.
“Saya sanggup setiap hari pakai sepeda pak komandan, semua keluarga biar tetap di rumah sekarang !” Brigadir Royadin menawar.
“Ngawur…Kamu sanggup bersepeda pekalongan – Jogja ? pindahmu itu ke jogja bukan disini, sinuwun yang minta kamu pindah tugas kesana , pangkatmu mau dinaikkan satu tingkat.!” Cetus pak komisaris , disodorkan surat yang ada digengamannya kepada brigadir Royadin.
Surat itu berisi permintaan bertuliskan tangan yang intinya : “ Mohon dipindahkan brigadir Royadin ke Jogja , sebagai polisi yang tegas saya selaku pemimpin Jogjakarta akan menempatkannya di wilayah Jogjakarta bersama keluarganya dengan meminta kepolisian untuk menaikkan pangkatnya satu tingkat.” Ditanda tangani sri sultan hamengkubuwono IX.
Tangan brigadir Royadin bergetar , namun ia segera menemukan jawabannya. Ia tak sangup menolak permntaan orang besar seperti sultan HB IX namun dia juga harus mempertimbangkan seluruh hidupnya di kota pekalongan .Ia cinta pekalongan dan tak ingin meninggalkan kota ini .
“ Mohon bapak sampaikan ke sinuwun , saya berterima kasih, saya tidak bisa pindah dari pekalongan , ini tanah kelahiran saya , rumah saya . Sampaikan hormat saya pada beliau ,dan sampaikan permintaan maaf saya pada beliau atas kelancangan saya !” Brigadir Royadin bergetar , ia tak memahami betapa luasnya hati sinuwun Sultan HB IX , Amarah hanya diperolehnya dari sang komisaris namun penghargaan tinggi justru datang dari orang yang menjadi korban ketegasannya.
July 2010 , saat saya mendengar kepergian purnawirawan polisi Royadin kepada sang khalik dari keluarga dipekalongan , saya tak memilki waktu cukup untuk menghantar kepergiannya . Suaranya yang lirih saat mendekati akhir hayat masih saja mengiangkan cerita kebanggaannya ini pada semua sanak family yang berkumpul. Ia pergi meninggalkan kesederhanaan perilaku dan prinsip kepada keturunannya , sekaligus kepada saya selaku keponakannya. Idealismenya di kepolisian Pekalongan tetap ia jaga sampai akhir masa baktinya , pangkatnya tak banyak bergeser terbelenggu idealisme yang selalu dipegangnya erat erat yaitu ketegasan dan kejujuran .
Hormat amat sangat kepadamu Pak Royadin, Sang Polisi sejati . Dan juga kepada pahlawan bangsa Sultan Hamengkubuwono IX yang keluasan hatinya melebihi wilayah negeri ini dari sabang sampai merauke.
Depok June 25′ 2011 Aryadi Noersaid
sumber: http://de.tk/Ds6ps

Selasa, 13 Desember 2011

Pria Idaman!


Wanita : "Mas kerja dimana?"
Pria       : "Saya cuma usaha beberapa hotel bintang 4 dan 5 di Jakarta dan Bali"
Wanita : "(WOW... Konglomerat pasti!) Mas tinggal dimana?"
Pria       : "Pondok Indah"
Wanita : "(WOW… keren!) Pasti gede rumahnya yah?"
Pria       : "Ngga ah...Biasa aja, cuma 3000 m2"
Wanita : "(Busett!) Pasti mobilnya banyak yah...?"
Pria       : "Sedikit kok. Cuma ada Ferrari,Jaguar,Mercedes,BMW sama Mazda aja"
Wanita : "(Wah.. pria idaman nih!!) Mas uda punya istri?"
Pria       : "Hmm...Sampai saat ini belum tuh. Hehe..."
Wanita : "(Enak juga nih kalu bisa jadi bininya) Mas perokok?"
Pria       : "Tidak...rokok itu tidak bagus untuk kesehatan tubuh..."
Wanita : "(Wah sehat nih!) Mas suka minum-minuman keras?"
Pria      : "Tidak lah.."
Wanita : "(Cool abisss!!) Mas suka maen judi??"
Pria       : "Nggak...ngapain juga judi? ngabisin duit aja"
Wanita : "(uuu~ sweet!) Mas suka dugem gitu ga??"
Pria       : "Tidak tidak..."
Wanita : "(Iihh...sholeh banget nih!) Mas udah naik haji?"
Pria       : "Yah...baru 3x dan umroh paling 7x aja"
Wanita : "(Subhanallah...calon surgawi...) Hobinya apa sih mas?"
Pria       : "BOHONGIN 0rang!"
Wanita : (PINGSAN)




(copy paste dan maaf lupa sumbernya :$)

Selasa, 06 Desember 2011

kata mereka saya JATUH CINTA!


Sungguh saya mengerti atas banyak rasa yang selama ini saya rasakan tapi untuk kali ini saya bahkan sulit mengatakannya, saya tidak benar-benar mengerti. Hanya saja saya tiba-tiba menahan nafas saat tengah malam mengingat bahwa ada bongkahan rasa yang tumbuh di dalam dada. Seperti tanaman liar yang tumbuh segar bahkan tampa di pupuk, rasa ini cerdik dan lihai merawat dirinya sendiri.

Saya sulit merangkum rasa ini dalam satu kata, rasa ini menyesakkan dan sekaligus menyenangkan. 

Di sini saya hanya mengetahui penyebabnya adalah “DIA”. Dia adalah awal mula dari kegelisahan ini.

Dan kata mereka saya JATUH CINTA!

Berterimah kasih atas siapapun yang menciptaka dua kata ini dan menggabungkannya menjadi  frasa hingga dapat mewakili kegalauan dalam kelabilan rasa yang saya alami. Sekali lagi trimakasih!

“Ya Allah ini tidak salah bukan?”
Dan entah mengapa dengan lancang pertanyaan ini saya jawab dengan sendiri “ini tidak salah! Ini anugerah!” 

“Ya Allah benarkah ini anugerah kebaikan?”
Jika benar, ku mohon bimbingan atas diri yang sedang mengemban amanah rasa. Rasa yang memiliki dua warna sekaligus, HITAM dan PUTIH.
Namun jika ternyata ini bukanlah sebuah anugerah yang mengandung kebaikan maka kumohon atas engkau Dzat yang maha membolak balikkan hati, hapus segalah rasa yang ternyata berwarna HITAM untuk diri yang labil ini ya Allah.

Di sini, di tempatku yang diam-diam menyimpan rasa untuk kamu yang bernama “DIA” aku hanya ingin berkata : “dalam jalan masing-masin aku menggerutu mengucap do'a semoga yang terbaik adalah untuk kita

Jika di ujung  sana ada jalan yang menyatukan kita dalam garis takdir bernama JODOH  maka semoga kita baik di dalamnya dan jika ternyata garis takdir menyeret kita jauh kearah lain maka saya percaya ada sesuatu yang indah di jalan kita masing-masing. 

sementara waktu, dalam keadaan yang masih abu-abu dan hari esok yang  masih rahasia izinkan aku menyimpan rasa :)

Senin, 05 Desember 2011

Tujuh Golongan yang Beruntung

ada 7 golongan, kata Rasulullah, yang akan Allah naungi di bawah 'Arsy-Nya, pada hari akhir...
mereka adalah:
1. Pemimpin yang adil
2. Pemuda yang giat beribadah kepada Allah
3. Orang yang berzikir kepada Allah di tempat yang sunyi sampai menangis
4. Orang yang hatinya selalu terkait dengan masjid
5. Orang yang bersedekah dengan sembunyi-sembunyi
6. Dua orang yang saling mencintai karena Allah
7. Lelaki yang menolak di ajak berzina, dan mengatakan, "Aku takut pada Allah"

subhanallah!
Rabb, bimbinglah hamba dan masukkanlah dalam golongan yang beruntung.......

Do'a sebelum belajar


رَضِيْتُ بِاللهِ رَبًّا، وَ بِاْلإِسْلاَمِ دِيْنًا، وَبِمُحَمَّدٍ نَبِيًّا وَ رَسُوْلاً، وَبِالْقُرْآنِ إِمَامًا وَ حَكَمًا ~  رَبِّزِدْنِيْ عِلْمًا، وَارْزُقْنِيْ فَهْمًا
آمِيْنَ

Rodhitu billahi robba, wabil islaami diina wa bi muhammadin nabiiya wa rosuula wa bil quraani imaama wa hukama.Robbi zidni ilman wardzuqni fahman.

Aku rela bertuhan Allah, aku rela beragama Islam, aku rela bernabi dan berasul Muhammad, dan aku rela Al-Quran menjadi panduan dan hukum. Ya Allah, tambahilah ilmuku, dan pertinggilah kecerdasanku. Amin...